Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ANALISA KEKUATAN BENDING FILAMEN ABS DAN PLA PADA HASIL 3D PRINTER DENGAN VARIASI SUHU NOZZLE

Tujuan pada Penelitian ini adalah untuk Mengetahui kekuatan dan pengaruh suhu dari jenis Filamen ABS dan PLA Hasil Proses 3D-Printer terhadap Kekuatan Bending.  Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 macam Filamen, yaitu: PLA dan ABS. Dalam proses pembuatan nya menggunakan suhu nozzle 230˚C, 237˚C dan 244˚ C. Selanjutnya proses pembuatan spesimen diawali dengan membuat gambar spesimen yang akan dibuat menggunakan software Catia. Ukuran spesimen yang digambar sesuai dengan standart ASTM D955. Hasil dari penelitian ini didapatkan Filamen ABS dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 26.863 N, Filamen ABS dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 27.141 N, dan Filamen ABS dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.236 N. sedangkan Filamen PLA dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 22.38 N, Filamen PLA dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 23.71 N, dan Filamen PLA dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.06 N. Berdasar hasil pengukuran menggunakan Uji Bending menunjukkan bahwa, hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin tinggi maka beban yang dapat ditahan semakin besar. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin rendah maka beban yang dapat ditahan semakin kecil pula. Filamen ABS lebih kuat menahan beban daripada Filamen jenis PLA, tetapi Filamen PLA lebih lentur dibandingkan dengan Filamen jenis ABS. ABS lebih kuat daripada PLA karena dari hasil uji bending untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen ABS mampu menahan beban yang lebih berat daripada Filamen PLA. PLA lebih lentur daripada ABS didasarkan pada hasil uji bending menunjukkan bahwa untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen PLA memerlukan beban yang lebih ringan daripada Filamen ABS.

PENDAHULUAN

Teknologi 3D printing membawa perubahan besar pada dunia. Teknologi yang juga dikenal dengan sebutan Additive Layer Manufacturing ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1980-an. 3D printing merupakan sebuah terobosan baru dalam dunia teknologi. Terobosan ini sangatlah populer di seluruh belahan dunia, terutama di kalangan akademisi dan industri. Munculnya teknologi 3D Printing sangat berpengaruh pada beberapa bidang industri, terutama dari segi ekonomi. Rapid prototyping pada komponen mekanik dengan teknik-teknik dan volume produksi yang rendah dalam memproduksi prototype dengan cepat. (Attaran, 2017)

3D Printing memiliki potensi yang besar dalam dunia manufaktur saat ini. Pembuatan produk secara cepat dari suatu model CAD merupakan tuntutan yang sangat penting mengingat kecenderungan proses pembuatan produk harus dapat dilakukan dengan waktu yang lebih pendek. Pembuatan produk dengan cara Rapid Prototyping tidak memerlukan perencanaan proses seperti pada umumnya untuk membuat suatu produk, tetapi hanya berdasarkan informasi model 3D dari suatu produk saja.

Fenomena mudahnya membuat suatu produk dengan menggunakan Rapid Prototyping ini adalah alasan mengapa teknologi ini semakin diminati dan digunakan secara luas oleh Industri Rekayasa dan Jasa untuk membantu kelancaran dalam membuat produk baru maupun usahanya. Suatu organisasi ataupun Perguruan Tinggi perlu memiliki pengetahuan yang baik bila ingin memanfaatkan keunggulan yang dimiliki oleh teknologi Rapid Prototyping, hal ini penting karena dalam rangka meningkatkan Daya Saing suatu Perguruan Tinggi dalam melek Teknologi. Salah satu jenis Rapid Prototyping yang mudah ditemui saat ini adalah 3D-Printer. 3D-Printer bekerja dengan cara lapis demi lapis dengan mengandalkan komponennya seperti heater nozzle. (Sulayman, Waluyo F, & Sugito, 2015)

Saat ini belum banyak Perguruan Tinggi yang fasih memanfaatkan keunggulan teknik 3D-Printer. Maka dari itu perlu dilakukan suatu Penelitian yang berkaitan dengan teknologi tersebut, karena selain untuk kepentingan Penelitian juga dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas Laboratorium, khususnya Laboratorium Computer Aided Design (CAD).

Untuk memanfaatkan teknologi ini perlu banyak mengenal tentang jenis-jenis Filamen yang digunakan dalam mencetak benda. Banyak jenis Filamen yang beredar saat ini, tetapi bahan yang saling sering digunakan adalah seperti Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) dan Polylactic Acid (PLA). Permasalahnnya adalah belum dapat menentukn filamen mana yang terbaik untuk digunakan. Ada beberapa kriteria filamen yang harus diketahui dalam proses cetak dengan 3D-Printer, Baik dari segi tingkat titik leleh, kepresisian ukuran produk, kekuatan tekan, kekuatan Tarik, dll.

3D-Printer ini sangat penting untuk diteliti, selain tentang jenis Filamen yang digunakan juga termasuk panas dari heater nozzle dan pengaruhnya pada produknya. karena printer 3D ini adalah produk baru yang harus dikembangkan lagi untuk mendapatkan akurasi yang sempurna.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kekuatan jenis Filamen ABS dan PLA Hasil Proses 3D-Printer terhadap Kekuatan Bending.

2. Mengetahui Pengaruh Suhu pada Heater Nozzle Terhadap Hasil Produk 3D-Printing pada Kekuatan Bending.

3. Mengetahui Perpaduan Jenis Filamen dan Suhu Heater Nozzle yang Memiliki Kekuatan Bending Paling Baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang dilakukan oleh (Seprianto, Wilza, & Iskandar, 2017) tentang bagaimana membuat produk yang lebih variatif (high variety) dengan harga murah (low price). Prinsip ini dikenal dengan build to order, produk yang disesuaikan namun dapat diproduksi secara massal pula. Metode yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah additive manufacturing menggunakan alat 3D Printing. Pembuatan objek menggunakan 3D printing memanfaatkan data CAD yang telah terlebih dahulu dibuat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi parameter optimal pada proses pembuatan objek 3D printing sehingga menghasilkan geometri yang akurat sesuai dengan yang direncanakan. Parameter proses yang diinvestigasi adalah layer height, print speed, perimeter shells dan waktu polishing. Spesimen uji dibuat dengan material polysmoothTM mengacu ASTM D995-08 menggunakan 3D Printer type Fused Deposition Modeling (FDM). Data hasil pengukuran dianalisa menggunakan ANOVA dengan design type 2 level factorial dan design model 4 factorial interactions (4FI) berbantukan perangkat lunak Design-Expert® versi trial. Hasil ANOVA diketahui bahwa faktor-faktor secara signifikan (α=0.05) berpengaruh terhadap geometri objek 3D printing dan kombinasi parameter optimal yaitu layer height=0.14 mm, print speed=51.73 m/s, perimeter shells=3 mm dengan waktu polishing=20 menit.

Penelitian tentang kekuatan struktur mekanik dari perancangan desain rangka 3D Printer tipe Core XY menggunakan software Autodesk Inventor 2015 dan mengetahui kualitas produk hasil 3D Printer yang dibuat. Penelitian ini merupakan jenis perancangan dengan metode Pahl & Beitz dengan tahapan penjabaran tugas atau spesifikasi, perancangan konsep, perancangan wujud, dan perancangan secara terperinci. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kekuatan rangka 3D Printer cukup baik dibuktikan dengan analisis menggunakan software Autodesk inventor 2015 dan hasil benda kerja yang diproses menggunakan 3D Printer mempunyai nilai kepresisian dengan toleransi ± 0.5 mm dibuktikan dengan hasil pengukuran benda kerja dengan menggunakan alat ukur. Jadi disimpulkan bahwa 3D Printer tipe core XY yang dibuat layak digunakan untuk proses pembuatan benda 3 Dimensi. (Amri & Sumbodo, 2018)

Penelitian tentang pengukuran tingkat transparansi hasil cetak mesin 3D Printing FDM untuk fillament PETG (Polyethylene Terephthalate Glycol) dengan mengacu pada pengaturan parameter dari software slicing 3D Printing dan mesin yang digunakan, dan tingkat transparansi hasil cetak menggunakan Lux Meter. Metode yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode eksperimental dengan mengacu pada parameter seperti, suhu nozzle, suhu bed, kecepatan cetak, dan tebal tipis material per layer (layer height). Berdasarkan hasil eksperimen dan pengukuran maka akan ditentukanlah parameter yang menghasilkan objek cetak yang memiliki tingkat trasparansi paling baik. Dengan adanya penelitian ini diharapkan para penggiat 3D Printing dapat membantu para dokter untuk bekerja secara optimal dalam menganalisa kerusakan pada organ dalam tubuh manusia. (Pristiansyah & Herianto, 2018)

Penelitian selanjutnya (Arthaya & Fransiscus, 2015) mempelajari tentang kemampuan yang dimiliki oleh mesin, terkait dengan pembuatan dinding produk, keraatan benda, ketebalan printing, bentuk struktur dalam sebagai pengisi benda dan lain-lain. Disamping itu, diuji pula batasan-batasan yang dimiliki mesin terkait dengan ketebalan minimum yang boleh dipilih untuk suatu luas penampang benda. Selanjutnya pola-pola sambungan untuk 2 benda rakitan ditelaah dan dilakukan proses pembuatannya. Sebagai komponen uji tunggal, benda hasil printing juga diuji kekuatan mekanisnya, antara lain kekuatan Tarik dan kekuatan tekan untuk bentuk struktur dalam berupa honey-comb. Variasi yang dilakukan adalah dengan mengubah nilai densitas struktur dalam suatu penampang tertentu erta perubahan bentuk struktur berubah hierarchical.

Gambar 1. Spesimen Uji Tarik Hasil 3D Printing

Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa pada uji Tarik disimpulkan bahwa specimen D memiliki densitas 15% dengan orientasi Printing (c) merupakan specimen yang paling layak dijadikan rujukan untuk membuat produk prototype yang mungkin terkena beban Tarik. Sementara terkain dengan beban tekan, maka specimen B dimana densitas yang dimiliki adalah 10% dengan bentuk cellular honey-comb menjadi rujukan untuk membuat produk prototype yang mungkin terkena beban tekan. 

Gambar 2. Contoh Spesimen Uji Tekan Pada Struktur Honey_comb 

Penelitian Tentang pengaruh suhu dari heater nozzle terhadap produk printer 3D dan tingkat keakurasian pada produk yang sudah jadi. Pada proses penelitian ini mengunakan bahan Acrylonitrile Butadiene Styrene yang dibentuk untuk specimen pengukuran dimensi dan perhitungan penyimpangan panjang 127mm x lebar 12,7mm x tebal 3,2mm, dengan tiga variasi suhu pada heater nozzle yaitu suhu 230°C, 245°C dan 260°C pembuatan specimen ini berdasarkan (ASTM D955) dan pengukuran spesimen ini berdasarkan (ASTM D5947) dan specimen di foto makro.

 Dari penelitian ini suhu terbaik untuk mencetak spesimen adalah suhu 230°C karena mempunyai nilai rata-rata volume dan penyimpangan yang mendekati ukuran sebenarnya. Untuk foto makro dari tiga variasi terkadang mempunyai pola lapisan demi lapisan yang tidak rata karena kerapian pada setiap pola tidak hanya tergantung pada suhu saja tetapi juga tergantung dari kecepatan nozzlenya. (Sulayman, Waluyo F, & Sugito, 2015)

Saat ini belum banyak Perguruan Tinggi yang fasih memanfaatkan keunggulan teknik 3DPrinter.

Maka dari itu perlu dilakukan suatu Penelitian yang berkaitan dengan teknologi tersebut, karena selain untuk kepentingan Penelitian juga dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas Laboratorium, khususnya Laboratorium Computer Aided Design (CAD).

Untuk memanfaatkan teknologi ini perlu banyak mengenal tentang jenis-jenis Filamen yang digunakan dalam mencetak benda. Banyak jenis Filamen yang beredar saat ini, tetapi bahan yang saling sering digunakan adalah seperti Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) dan Polylactic Acid (PLA). Permasalahnnya adalah belum dapat menentukn filamen mana yang terbaik untuk digunakan. Ada beberapa kriteria filamen yang harus diketahui dalam proses cetak dengan 3DPrinter, Baik dari segi tingkat titik leleh, kepresisian ukuran produk, kekuatan tekan, kekuatan Tarik, dll.

3D-Printer ini diteliti untuk mengetahui pengaruh suhu pada heater nozzle terhadap kekuatan bending pada hasil 3D printer filament ABS dan PLA, sehingga dapat diketahui filament mana yang paling kuat terhadap beban bending.  

METODOLOGI PENELITIAN

Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2 macam Filamen, yaitu: PLA dan ABS. Dalam proses pembuatan nya menggunakan suhu nozzle 230˚C, 237˚C dan 244˚ C. Selanjutnya proses pembuatan spesimen diawali dengan membuat gambar spesimen yang akan dibuat menggunakan software Catia. Ukuran spesimen yang digambar sesuai dengan standart ASTM D955.

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Kekuatan Filamen dengan Uji Bending

Spesimen yang terdiri dari 9 spesimen PLA dan 9 spesimen ABS dilakukan uji bending untuk mengetahui tingkat kekuatan spesimen terhadap suatu beban. Untuk pengujian bending yang dilakukan menggunakan parameter displacement sebesar 3 mm. Pada setiap Filamen akan diberikan beban hingga mencapai displacement sebesar 3mm, kemudian dihasilkan gaya yang bekerja pada masing-masing Filamen.

Tabel  1. Hasil Pengujian Bending pada Spesimen ABS dan PLA

 

FAKTOR B

 

Suhu Heater Nozzle

 

 

 

230°

237°

244°

Rata-rata

Faktor A Jenis Filamen

 

ABS

 

Rata-rata

27.860

26.291

28.351

 

26.340

27.909

27.909

 

26.389

27.223

28.449

 

26.863

27.141

28.236

27.414

 

PLA

 

Rata-rata

22.367

24.035

26.781

 

21.533

23.544

28.155

 

23.249

23.544

29.234

 

22.380

23.708

28.057

24.716

Pembahasan Hasil Uji Bending Pada Filamen ABS

Hasil pengujian bending dihasilkan beban yang bekerja pada Filamen ABS dengan variasi suhu 230°C, 237°C, dan 244°C. Beban pada pengujian bending direkam pada saat Filamen mencapai displacement sebesar 3 mm.

Hasil dari pengukuran seperti yang ditunjukkan pada gambar 7 diketahui bahwa, Filamen ABS dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 26.863 N, Filamen ABS dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 27.141 N, dan Filamen ABS dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.236 N.

Gambar 4. Hasil Pengukuran Beban pada ABS

Berdasar grafik hasil pengukuran Filamen ABS diatas menunjukkan bahwa, hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin tinggi maka beban yang dapat ditahan semakin besar. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin rendah maka beban yang dapat ditahan semakin kecil pula.

Hasil yang ditunjukkan pada gambar grafik serta fakta yang ditemukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi suhu pada saat proses 3D printing Filamen jenis ABS maka hasilnya akan semakin kuat dan kelenturannya berkurang.

Pembahasan Hasil Uji Bending Pada Filamen PLA

Hasil pengujian bending dihasilkan beban yang bekerja pada Filamen PLA dengan variasi suhu 230°C, 237°C, dan 244°C. Beban pada pengujian bending direkam pada saat Filamen mencapai displacement sebesar 3 mm.

Gambar 5. Hasil Pengukuran pada PLA

Hasil dari pengukuran seperti yang ditunjukkan pada gambar 5 diketahui bahwa, Filamen PLA dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 22.38 N, Filamen PLA dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 23.71 N, dan Filamen PLA dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.06 N.

Berdasar hasil pengujian bending pada grafik hasil pengukuran Filamen PLA menunjukkan bahwa, hasil 3D printing dengan suhu semakin tinggi maka beban yang dapat ditahan semakin besar. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu hasil 3D printing dengan suhu semakin rendah maka beban yang dapat ditahan semakin kecil pula.

Hasil yang ditunjukkan pada gambar grafik serta fakta yang ditemukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi suhu nozzle pada saat proses 3D printing Filamen jenis PLA maka hasilnya akan semakin kuat dan kelenturannya berkurang.

Perbandingan  Hasil Uji Bending Pada Filamen ABS dan PLA

Gambar 6. Perbandingan Hasil Uji Bending pada Filamen ABS dan PLA

Secara umum pada gambar 6 menunjukkan grafik perbandingan bahwa Filamen ABS lebih kuat menahan beban daripada Filamen jenis PLA, tetapi Filamen PLA lebih lentur dibandingkan dengan Filamen jenis ABS.

ABS lebih kuat daripada PLA karena dari hasil uji bending untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen ABS mampu menahan beban yang lebih berat daripada Filamen PLA. PLA lebih lentur daripada ABS didasarkan pada hasil uji bending menunjukkan bahwa untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen PLA memerlukan beban yang lebih ringan daripada Filamen ABS.

Pada penelitian ini ditemukan fakta bahwa terdapat satu titik pertemuan yang menghasilkan kesamaan sifat antara Filamen ABS dan PLA, yaitu hasil 3D printing dengan suhu nozzle 244°C. Filamen ABS menunjukkan angka 28.236 N sedangkan Filamen PLA menunjukkan angka 28.06 N. Fenomena ini menunjukkan bahwa sifat dari Filamen ABS dan PLA dihasilkan karakteristik yang relative sama apabila dilakukan printing pada suhu 244°C.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian bending pada Filamen ABS dan PLA dengan variasi suhu 230°C, 237°C, dan 244°C , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Filamen ABS dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 26.863 N, Filamen ABS dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 27.141 N, dan Filamen ABS dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.236 N. sedangkan Filamen PLA dengan suhu 230°C dapat menahan beban sebesar 22.38 N, Filamen PLA dengan suhu 237°C dapat menahan beban sebesar 23.71 N, dan Filamen PLA dengan suhu 244°C dapat menahan beban sebesar 28.06 N.
  2. Berdasar hasil pengukuran menggunakan Uji Bending menunjukkan bahwa, hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin tinggi maka beban yang dapat ditahan semakin besar. Hal ini berlaku sebaliknya, yaitu hasil 3D printing dengan suhu nozzle semakin rendah maka beban yang dapat ditahan semakin kecil pula.
  3. Filamen ABS lebih kuat menahan beban daripada Filamen jenis PLA, tetapi Filamen PLA lebih lentur dibandingkan dengan Filamen jenis ABS. ABS lebih kuat daripada PLA karena dari hasil uji bending untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen ABS mampu menahan beban yang lebih berat daripada Filamen PLA. PLA lebih lentur daripada ABS didasarkan pada hasil uji bending menunjukkan bahwa untuk mencapai displacement 3 mm, Filamen PLA memerlukan beban yang lebih ringan daripada Filamen ABS.
  4. Terdapat satu titik pertemuan yang menghasilkan kesamaan sifat antara Filamen ABS dan PLA, yaitu hasil 3D printing dengan suhu nozzle 244°C. Filamen ABS menunjukkan angka 28.236 N sedangkan Filamen PLA menunjukkan angka 28.06 N. Fenomena ini menunjukkan bahwa sifat dari Filamen ABS dan PLA dihasilkan karakteristik yang relative sama apabila dilakukan printing pada suhu 244°C.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, A. A., & Sumbodo, W. (2018). Perangangan 3D Printer Tipe Core XY Berbasis Fused Deposition Modeling (FDM) Menggunakan Software Autodesk Inventor 2015 . Jurnal Dinamika Vokasional Teknik Mesin, 110-115.

Arthaya, B., & Fransiscus, H. (2015). Eksplorasi Kemampuan dan Kapasitas Mesin 3D Printing dalam Pengembangan Modul Rakitan dan Komponen UJi. Bandung: LPPM UNPAR.

Attaran, M. (2017). The rise of 3-D printing: The advantages of additive manufacturing over traditional manufacturing. bUSSINER hORIZON, 677-788.

Pristiansyah, & Herianto. (2018). Pengaruh Parameter 3D Printing Terhadap Transparansi Produk yang Dihasilkan. Seminar Nasional Inovasi Teknologi. Kediri: UN PGRI.

Seprianto, D., Wilza, R., & Iskandar. (2017). Optimasi Parameter Pada Proses Pembuatan Objek 3D Printing Dengan Teknologi FDM Terhadap Akurasi Geometri. Seminar Nasional Teknik Industri UGM. Yogyakarta.

Sulayman, D., Waluyo F, B., & Sugito, B. (2015). Pengaruh Suhu dari Heater Nozzle Terhadap Produk Printer 3D. Surakarta.

artikel telah terbit di jurnal MEDIA MESINJurnal Imiah Teknik Mesin Vol. 21, No. 1, Januari 2020: 9- 17 

DOWNLOAD FULL TEXT PDF

Posting Komentar untuk "ANALISA KEKUATAN BENDING FILAMEN ABS DAN PLA PADA HASIL 3D PRINTER DENGAN VARIASI SUHU NOZZLE"